Oleh: Fajar Pudiarna

Rapat terbatas yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), senin (5/5), akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi hingga 30% menyusul tekanan berat dari Anggran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ini merupakan bencana besar bagi segenap rakyat Indonesia, artinya kemiskinan akan semakin meraja lela. Kalau sebelumnya sudah tercatat 36,8 juta jiwa (BPS), maka dengan kenaikan harga BBM yang rencana paling lambat akan dinaikkan pada tanggal 1 Juni maka akan meningkat sebesar 8,55 persen atau 15,68 juta jiwa. Disisi yang lain, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyatakan bahwa semakin cepat kebijakan ini di ambil maka semakin baik bagi dunia usaha. Dunia usaha yang seperti apa? Yang jelas dunia usaha bagi segelintir orang, bukan dunia usaha yang secara konkrit sebagai sumber produksi masyarakat.

Kekayaan alam yang melimpah ruah, ladang-ladang minyak yang terhampar hampir di pelosok negeri saat ini telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing. Yang sebenarnya keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia saat ini yang menikmatinya adalah para pengusaha asing. Desakan dari APBN sebenarnya adalah wujud pelepasan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat oleh sebab ulah mereka yang telah menjual aset-aset tersebut beserta kedaulatan rakyat ke pengusaha asing. Maka akibatnya kekayaan alam yang melimpah ruah tersebut sudah tidak mampu menjawab kebutuhan rakyat, dan rakyat tak dapat berbuat banyak oleh sebab kedaulatan mereka telah terjual.

Sudah jelas kenaikan harga BBM akan menjadi “hantu” bagi rakyat yang setiap saat akan memaksa rakyat untuk mengencangkan urat lehernya dengan “tali gantungan”. Akhir-akhir ini saja sudah banyak diberitakan bahwa banyak keluarga, ibu beserta anaknya, dan lain sebagainya mati bakar diri atau dengan motif-motif lain oleh karena himpitan ekonomi. Maka apa jadinya nasib rakyat nanti, khususnya rakyat miskin. Apakah akan semakin banyak rakyat miskin yang akan bunuh diri? Atau justru ini yang menjadi tujuan pemerintah dalam upaya memberantas kemiskinan? Sungguh ironis apa yang dialami rakyat saat ini, hidup di tengah kekayaan alam yang melimpah, tapi kurus kering dan mati di tengahnya, maka lebih tepat dikatakan bahwa rakyat bagaikan “tikus mati di lumbung padi”.

Maka solusinya adalah rakyat harus bersatu, berjuang untuk mengembalikan kedaulatannya hingga titik darah penghabisan. Budayakan kemandirian, tingkatkan kapasitas, berdayakan tenaga produktif untuk mensionalisasi perusahaan tambang asing atau tolak kenaikan harga BBM.